MAKALAH BANK & LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
“ASURANSI SYARI’AH”
Kelompok 8
OLEH:
M. Khariska
Dosen Pengampu : Khairiah el Wardah
M.Ag
JURUSAN
EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS
SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
T.A.
2014
Kata Pengantar
Alhamdulillah puji syukur senantiasa kami panjatkan
kehadirat Allah SWT. Atas segala karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Teriring pula salawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW. Amin. Dalam makalah ini kami uraikan mengenai
Kerjasama Ekonomi. Kami menyusun makalah ini sangat berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Kami
menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang budiman
sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Semoga kehadiran makalah ini dapat memberi mamfaat bagi kita semua dalam
menjalankan aktivitas belajar mengajar.
Bengkulu, April 2014 Penyusun
RUMUSAN MASALAH
Apa Pengertian Asuransi ?
Apa Dasar Huukum Asuransi ?
Apa Saja Macam-macam Asuransi ?
Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Asuransi ?
Apa Saja Manfaat dan Risiko Asuransi ?
TUJUAN
Mengetahui Pengertian Asuransi.
Mengetahui Dasar Hukum Asuransi.
Mengetahui Apa Saja Macam-macam Asuransi.
Mengetahui Pendapat Ulama Tentang Asuransi.
Mengetahui Apa Saja Manfaat dan Risiko Asuransi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini
membuat manusia tampak mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi
yang serba canggih dan modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya
bagian mana di belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba sederhana
menjadi berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang selama ini di anggap
maju ternyata masih mengalami kemunduran. Hal tersebut ditandai dengan
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dinikmati oleh setiap warga Negara.
Negara Eropa dan Amerika misalnya mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah
untuk menerapkan ekonomi konvensional yang berbasis bunga. Hampir semua hukum
keperdataan diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga termasuk
penerapan asuransi konensional yang telah menciptakan keresahan dan
ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan misi asuransi syariah
yang tidak berbasis pada bunga dan dapat mengubah rintangan-rintangan yang selama
ini membungkus umat manusia dalam hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan
memaparkan beberapa poin berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional
sebagai suatu perbandingan, terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah
bila dibandingkan dengan asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan
hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian pula penulis akan
mambahas konsep, sumber hukum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan keuntungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa
asing diantaranya adalah[1]:
Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti
pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan,
ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
- Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.[2]
- Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
- Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.
- Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
- [1]UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
- Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi
diatas, baik dari segi bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam
suatu perjanjian asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup
menanggung atau menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu
kerugian yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak
tertanggung akan tetap menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa
yang dimaksud tidak terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang
terlibat. Pertama,pihak tertanggung yang berjanji membayarkan uang premi kepada
pihak penangung secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak
penanggung yang berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung
secara sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu
peristiwa yang belum jelas terjadi.
2. SEJARAH BERDIRINYA
ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan
adanya anggapan yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu
asuransi konvensional banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[3].
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional,
dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia
tertanggung. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan
meninggal, perusa[3]haan
asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi.
Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan asuransi akan untung dan
pihak tertaggung merasarugi secara financial[4].
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya
unsur gharar, terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis
asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah
membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara
perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini
dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil
resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir disinijika
perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang dibayarkannya[5].
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional
menginvestasikan semua dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan
diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta,
dilakukan dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan
di Malaysia. Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang
berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi masa
kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya tidak sesuai
dengan ajaran islam[6]. Atas landasan itulah kemudian dirumuskan bentuk
asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa
Negara islam atau di Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai
bermunculan asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam
dan terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di
Sudan, Islamic Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar
al-mal al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam
Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di Negara
tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia, telah berdiri
Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul
pada tahun 1994 seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan
PT. Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia
sebenarnya telah muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada
saat diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
3. PANDANGAN ULAMA
MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan
untuk tolong-menolong dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih
lanjut oleh para Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat
baik dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem
pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulam[4]a
terbagi kepada 2 kelompok besar [7]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar
hukum dan memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau
pendapat yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat membolehkan
asuransi yang bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan asuransi yang
bersifat komersial (tijari) serta ada pula yang meragukannya (syubhat).
Kelompok yang mengharamkan asuransi syariah :
- Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
- Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi / itlaf.
- Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi
berdasarkan atas 5 alasan[8]:
1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang
dalam islam.
2. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam
islam.
3. Asuransi termasuk jual beli atau tuka[5]t-menukar
mata uang tidak secara tunai.
4. Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan
matinya seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
5. Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat
menekan.
Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi
berdasarkan atas 4 alasan[9]:
- Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.
- Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
- Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
- Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.
Kelompok yang membolehkan asuransi syariah :
Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab
Khalaf, Mustafa Ahmad Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman
Isa (guru besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa
(guru besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad
al-Bahi,
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi
merupakan suatu bentuk muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat
serta nilai positif bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang
sesuai dengan nilai-nilai islam.
Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan
asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[10]:
1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang[6]
melarang asuransi.
2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan
antara kedua belah pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab
premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang
polis dengan perusahaan asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan
pada prinsip tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep
tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
4.
MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan
dunia dan akhirat. Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu.
Karakteristik itu pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.
Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai
berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan
tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan
yang semata-mata mencari keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa
tolong-menolong antarsesama. Pada asuransi konvensional, akad perjanjian yang
mendasarinya adalah akad jual-beli (tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri
asuransi syariah[11] :
1. Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta
asuransi didasarkan atas niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu
yang diperlukan.
2. Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari
unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat islam.
3. Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful
Keluarga yang mem[7]berikan
perlindungan kepada peserta.
4. Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas
untuk mengawasi operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan syariat
islam.
Model asuransi syariah[12] :
1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan
sosial milik Negara atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba).
Model inilah yang sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah
karena selaras dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab, saling
bekerja sama, dan saling melindungi
2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan
100% modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi pembagian
untung rugi diantara anggota (shahibul mal) dan pihak pengelola / perusahaan
asuransi (mudharib).
3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah
akad wakalah, Takaful berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan
fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee) dalam
mengelola keuangan mereka.
Ciri-ciri asuransi syariah dalam opersionalnya antara
lain :
· Menghindari Riba
· Menghindari unsur judi
· Menghindari unsur penipuan (gharar)
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik
yang melekat pada konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
· Tolong-menolong dan bekerja sama[8]
· Saling menjaga keselamatan dan keamanan
· Saling bertanggung jawab
5.
LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi
syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha
perasuransian secara umum (konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas
menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga
Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6.
POLIS ASURANSI
Dalam setiap perjanjian, perlu dibuat bukti tertulis
atau bermaterai tempel sebagaimana diatur dalam aturan bea materai antara
pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian
asuransi tersebut disebut polis.
Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis,
2. Nama dan alamat tertanggung,
3. Uraian risiko,
4. Jumlah pertanggungan,
5. Jangka waktu pertanggungan,
6. Besar premi dan bea materai,
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
8. Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah
dengan nomor polis, nomor rangka (chasis) dan nomor mesin kendaraan.
- Fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai berikut
:
a. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikan
penanggung jika terjadi peristiwa yang menyebabkan kerugian yang mungkin
diderita tertanggung.
b. Sebagai bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut
penanggung.
- Fungsi polis bagi penanggung, yaitu :
a. Merupakan bukti atau tanda terima premi asuransi
dari tertanggung.
b. Merupakan bukti tertulis atas jaminan yang diberika
oleh penangung kepada tertanggung jika terjadi suatu peristiwa yang merugikan
tertanggung.
c. Merupakan bukti yang kuat (otentik) untuk menolak
klaim atau tuntutan bila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian yang
tidak memenuhi syarat-syarat yang tercantum di dalam polis.
7.
PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor
tertanggung kepada penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka
penanggung belum terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul
risiko.
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh
premi yang dibayar peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening
yang digunakan untuk membayar klaim kepada peserta.
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) dalam
asuransi syariah terbagi menjadi 2 sistem, yaitu sistem yang mengandung unsur
tabungan dan yang tidak mengandung unsur tabungan, perbedaannya terletak pada
alokasi dana peserta.
Pada sistem yang mengandung unsur tabungan, premi yang
diterima setelah dikurangi biaya pengelolaan sebagian akan dialokasikan ke
rekening tabungan dan sebagian lagi akan masuk ke rekening khusus / premi
risiko.
Sementara itu, pada sistem yang tidak mengandung unsur
tabungan, premi yang diterima dari peserta dikurangi biaya pengelolaan
seluruhnya dimasukkan ke dalam rekening khusus.
BAB III
PENUTUP
1 Kesimpulan
Asuransi
syariah adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk arisan untuk meringankan
beban keuangan individu dan menghindari kesulitan pembiayaan, yang dilakukan
dengan tata cara syariah tanpa adanya unsur riba, gharar dan maysir,
menggunakan prinsip-prinsip asuransi syariah yang bertujuan untuk kebaikan dan
kesejahteraan umat muslim khususnya dan masyarakat pada umumnya yang
semata-mata dilakukan untuk saling meringankan beban dengan niat ikhlas dan
hanya mengharap kesejahteraan umat dan ridha Allah Swt.
Asuaransi
Syariah kini dapat kita temui diberbagai daerah dengan istilah Takaful.
Asuransi syariah ini telah mengeluarkan berbagai macam produk asuransi yang
dapat digunakan oleh masyarakat.
2. Saran-Saran
a. Asuransi
syariah perlu diperhatikan eksistensinya agar lebih berkembang oleh pemerintah
dan seluruh elemen masyarakat
b.
Pemerintah
lebih memfokuskan perkembagan asuransi syariah, dengan lebih mendukung dan
membantu segala program yang di buat oleh lembaga asuransi syariah
c.
Produk asuransi
syariah perlu disosialisasikan lagi
sehingga masyarakat mengenal dan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan
asuransi syariah.
d.
Masyarakat
perlu diberikan penyuluhan tentang hukum dan tata cara bermuamalah yang sesuai
syariah, mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dan minimnya
pengetahuan masyarakat tentang hal ini.
e. Sumber daya
manusia perlu ditingkatkan lagi
khususnya dalam bidang ekonomi Islam mengingat kurangnya para ahli dalam bidang
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid.2008. Lembaga Keuangan
Syariah.Jakarta:Zikrul Hakim.
Sudarsono,Heri,2008. Bank dan Lembaga Keuangan
Syariah.Yogyakarta:Ekonisia
Zainuddin Ali,Prof.2008.Hukum Asuransi
Syariah.Jakarta:Sinar Grafik
[2]
Zainuddin ali, Hukum Asuransi Syariah (Sinar Grafika:Jakarta 2008) hal 1
[5] ibid
[6] Rodoni,
Ahmad dan Hamid, Abdul, Lembaga Keuangan Syariah (Zikrul Hakim: Jakarta)hal 98
Tidak ada komentar:
Posting Komentar