PEMBAHASAN
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yamg penting, bahkan terkadang dianggap
paling penting. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu
produksi-konsumsi-distribusi, sering kali muncul pertanyaan manakah yang paling
penting dan paling dahulu diantara mereka. Jawaban atas pertanyaan ini jelas
tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu
dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan
konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan disribusi muncul karena
ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.
Pengertian konsumsi
dalam ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau
kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka
prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah
Islam.
Q.S Surah Al-Maidah
Ayat 87-88
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 wur (#ÿrßtG÷ès? 4 cÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ cqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan
apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas.
88. dan
makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan
kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.[1]
Penjelasan Tafsir Ayat
Ayat Ini merupakan
perintah Allah subhanahu wata’ala kepada kita manusia agar makan makanan
yang halal dan baik. Halal dari aspek hukumnya dan baik dilihat dari
substansinya. Ada juga yang menterjemahkan bahwa “Halal” artinya
boleh dan ‘thoyyib” (baik) adalah yang bergizi. Makanlah olehmu makanan yang
dibolehkan oleh agama dan mengandung gizi yang baik.
Dan bertaqwalah kepada
Allah, maksudnya : Jaga dan peliharalah dirimu dari
perbuatan yang Allah tidak suka. Siapakah Allah ? Ialah yang kamu
semuanya beriman kepada-Nya. Jadi ayat 88 ini mengandung dua
pesan dari Allah subhanahu wata’ala :
- Makan-minumlah apa yang di-rezki-kan
Allah kepada kita manusia, yang halal dan bergizi.
- Bertaqwa kepada Allah subhanahu
wata’ala.
Ayat ini sekaligus
membantah apa yang pernah dilakukan oleh enam orang sahabat Nabi Muhammad
saw yaitu ‘Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin
Aswad, Salim dan Qudamah yang datang menemui ‘Aisyah r.a. (isteri Rasulullah
saw) bertanya tentang seperti apa ibadahnya Rasulullah saw.
Maka diceritakanlah
bagaimana ibadah Rasulullah saw ketika di rumahnya. Setelah mendengar cerita
‘Aisyah tentang bagaimana ibadah Rasulullah saw, maka berkatalah tiga orang
sahabat tersebut. Yang seorang berkata : “Demi Allah, mulai sekarang
aku akan shaum (puasa) sepanjang hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi
Allah, aku bersumpah, aku tidak akan menikah sampai mati”. Yang seorang
lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat
malam (Tahajud) setiap malam”.
Apa yang disampaikan
oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun niatnya baik.
Karena dengan cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah subhanahu
wata’ala.
Allah subhanahu
wata’ala telah menyediakan rezki yang halal dan thoyyib. Dengan sumpah
seperti tersebut diatas, mereka telah mengabaikan kewajiban kepada isteri dan
anak-anaknya. Dengan sumpah seperti itu mereka telah menjadikan agama
menjadi sesuatu yang berat (memberatkan). Padahal agama yang benar
adalah agama yang seimbang. Yaitu Ibadah – Muamalah – Syahsiyah.
Ibadah kepada Allah swt – Mu’amalah
kepada sesama manusia dan Syahsiyah adalah memperhatikan kelestarian
hidup pribadi.
Ø Konsep
Kebutuhan dan Keinginan dalam islam
Dalam Islam,
Kebutuhan merupakan sunnatullah yang harus di penuhi melalui usaha-usaha yang
di ridhoi-Nya, konsep kebutuhan manusia harus sesuai Proporsionalnya, tidak
berlebihan baik cara memperoleh kebutuhan tersebut atau barang yang
dibutuhkannya.
Seperti yang kita pelajari sebelumnya, bahwa teori konsumsi lahir karena
adanya teori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang
dan jasa timbul karena adanya keinginan (want) dan kebutuhan (need)
oleh konsumen riil maupun konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensial motor
penggerak kegiatan konsumsi adalah adanya keinginan.
Islam berbeda pandangan tentang teori permintaan yang didasar atas
keinginan tersebut. Keinginan identik dengan sesuatu yang bersumber dari nafsu.
Sedangkan kita ketahui bahwa nafsu manusia mempunyai kecenderungan yang
bersifat ambivalen, yaitu dua kecenderungan yang saling bertentangan,
kecenderungan yang baik dan kecenderungan yang tidak baik. Oleh karena itu
teori permintaan dalam ekonomi Islam didasar atas adanya kebutuhan (need).
[2][1]
Kita harus membedakan secara tegas antara keinginan dan kebutuhan ini.
Kebutuhan lahir dari suatu pemikiran atau identifikasi secara objektif atas
berbagai sarana yang diperlukan untuk mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan.
Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas normative dan positif, yaitu rasionalitas
ajaran Islam, sehingga bersifat terbatas dan terukur dalam kuantitas dan
kualitasnya. Jadi, seorang muslim berkonsumsi dalam rangka untuk memenuhi
kebutuhannya sehingga memperoleh kemanfaatan yang setinggi-tingginya bagi
kehidupannya. Hal ini merupakan dasar dan tujuan dari syariah Islam sendiri,
yaitu maslahat al ibad (kesejahteraan hakiki bagi manusia), dan
sekaligus sebagai cara untuk mendapat falah yang maksimum.
Al Shatibi yang mengutip pendapat Al Ghazali, menyebutkan 5 kebutuhan asas
yang sangat bermanfaat baik dalam kehidupan manusia, yaitu:
a. Kebenaran
b. Kehidupan
c. Harta material
d. Ilmu pengetahuan
e. Kelangsungan keturunan
Kelima kebutuhan ini semuanya penting untuk mendukung suatu perilaku
kehidupan yang Islami, karenya harus diupayakan untuk dipenuhi. Menurut Al
Ghazali tujuan utama syariat Islam adalah mendorong kesejahteraan manusia yang
terletak kepada perlindungan yang menjamin terlindungnya kelima kebutuhan ini
akan memenuhi kepentingan umum dan kehendaki.
Untuk menjaga kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara
keturunannya (an nasl/posterity). Meskipun seorang muslim meyakini bahwa
horizon waktu kehidupan tidak hanya menyangkup kehidupan dunia-melainkan hingga
akhirat, tetapi kelangsungan kehidupan dunia amatlah penting. Kita harus
berorientasi jangka panjang dalam merencanakan kehidupan dunia, tentu saja
dengan tetap berfokus kepada kehidupan akhirat. Oleh karenanya, kelangsungan
keturunan dan keberlanjutan dari generasi ke generasi harus diperhatikan. Ini
merupakan suatu kebutuhan yang amat penting bagi eksistensi manusia.
Ø Prinsip-Prinsip Islam Dalam
Konsumsi
Menurut Manan,
ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :
1.
Prinsip Keadilan,
prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak
dilarang hukum. Firman Allah dalam QS : Al-Baqarah : 173
$yJ¯RÎ)
tP§ym
ãNà6øn=tæ
sptGøyJø9$#
tP¤$!$#ur
zNóss9ur
ÍÌYÏø9$#
!$tBur
¨@Ïdé&
¾ÏmÎ/
ÎötóÏ9
«!$#
(
Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
uöxî
8ø$t/
wur
7$tã
Ixsù
zNøOÎ)
Ïmøn=tã
4
¨bÎ)
©!$#
Öqàÿxî
íOÏm§
ÇÊÐÌÈ
173. Sesungguhnya
Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang
(ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang
[108] Haram juga menurut
ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi
disebut pula nama selain Allah.
Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan hewan yang dimaksud berbahaya
bagi tubuh dan tentunya berbahaya bagi jiwa , terkait dengan moral dan spritual
(Mempersekutukan tuhan)
2.
Prinsip
Kebersihan, makanan harus baik dan cocok untuk
dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
3.
Prinsip
Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang
tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A’raaf :31
* ûÓÍ_t6»t tPy#uä (#räè{ ö/ä3tGt^Î yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uõ°$#ur wur (#þqèùÎô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) w =Ïtä tûüÏùÎô£ßJø9$# ÇÌÊÈ
31. Hai anak Adam, pakailah
pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.
[534] Maksudnya: tiap-tiap akan
mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang
lain.
[535] Maksudnya: janganlah
melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui
batas-batas makanan yang dihalalkan.
4. Prinsip
kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun
dosa ketika kita memakan dan meminum
makanan halal yang disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#qè=çGø)s? yø¢Á9$# öNçFRr&ur ×Pããm 4 `tBur ¼ã&s#tFs% Nä3ZÏB #YÏdJyètGB Öä!#tyfsù ã@÷WÏiB $tB @tFs% z`ÏB ÉOyè¨Z9$# ãNä3øts ¾ÏmÎ/ #urs 5Aôtã öNä3YÏiB $Nôyd x÷Î=»t/ Ïpt7÷ès3ø9$# ÷rr& ×ot»¤ÿx. ßQ$yèsÛ tûüÅ3»|¡tB ÷rr& ãAôtã y7Ï9ºs $YB$uϹ s-räuÏj9 tA$t/ur ¾ÍnÍöDr& 3 $xÿtã ª!$# $£Jtã y#n=y 4 ô`tBur y$tã ãNÉ)tFZusù ª!$# çm÷ZÏB 3 ª!$#ur ÖÍtã rè BQ$s)ÏGR$# ÇÒÎÈ
Terjemah ayat 96. Dihalalkan
bagimu binatang buruan laut[442] dan makanan (yang berasal) dari laut[443]
sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan;
dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam
ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[442]
Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha
seperti mengail, memukat dan sebagainya. termasuk juga dalam pengertian laut
disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
[443]
Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, Karena
Telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.
5. Prinsip moralitas,
seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan
terima kasih kepadanya setelah makan
Ø Kepuasan dan rasionalitas konsumen muslim
·
Kepuasan
konsumen muslim
Dalam ekonomi konvensional dikenal
teori bahwa manusia membutuhkan suatu barang karena adanya nilai harga yang
berguna (utility).
1.
Dikatakan suatu
barang bernilai harga dan berguna karena dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Seperti beras mempunyai nilai harga yang tinggi dalam sebagian masyarakat
Indonesia, karena dapat memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti kebutuhan
makan. Disamping itu beras merupakan sumber daya yang terbatas, dapat diperoleh
di tempat tertentu, seperti di pasar, di took dan lain-lain. Dengan keterbatasan
tersebuut yang menjjadikannya mempunyai nilai harga. Sehingga untuk mengadakan
beras itu sendiri banyak lapangan pekerjaan yang yang harus diupayakan, seperti
perlunya petani, pedagang, pengusaha gilingan padi, perusahaan angkutan,
perusahaan pembuatan alat pertanian, perusahaan pembuatan pupuk dan sebagainya.
Semuanya itu menggambarkan betapa tidak mudahnya mendapatkan komoditi tersebut.
2.
Untuk mengukur
nilai keguanaan suatu barang, menurut Syahruddin ada dua aliran, yang pertama
beranggapan bahwa semakin tinggi nilai barang semakin tinggi angka yang
diberikan terhadap barang tersebut (cardinal uutility). Yang kedua
beranggapan bahwa nilai suatu benda yang dibutuhkan tidak dapat diukur dengan
angka (ordinal utility), hanya berdasarkan kesukaan ( preferences)
saja.
Baik terhadap barang yang dapat diukur dengan angka maupun tidak,
tingkat kepuasan tertinggi bagi konsumen mendapatkan barang sebanyak mungkin
sesuai dengan pendapatannya.
3.
Artinya dalam
teori ekonomi konvensional yang dapat membatasi seseorang dalam mendapatkan
barang hanyalah anggarannya.
Selanjutnya
bagaimana menurut pandangan Islam tergadap kepuasan konsumen. Menurut Ekomomi
Islam konsumen dalam memenuhi kebutuhannya cenderung untuk memeilih barang dan
jasa yang memberikan mashlahah maksimum. Kecenderungan memilih ditentukan oleh
kebutuhan dan keinginan. Bila yang diinginkan itu suatu kebutuhan maka akan
menghasilkan manfaat dan kepuasan, namun juka pemilihan barang didasarkan atas
kebutuhan semata tanpa keinginan akan mendapatkan manfaat saja. Sedangkan
kandungan mashlahah adalah manfaat dan berkah. Kecenderungan tersebut juga
dipengaruhi oleh informasi dari Allah dan keyakinan pembalasan akhirat. Begitu
uga keyakinan bahwa semua yang datang dari Allah adalah sempurnna akan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi. Dan dalam pemanfaatan
barangnya konsumen tidak hanya dibatasi oleh anggarannya, tetapi pertimbangan
kehalalan dan kepentingan orang lain ikut membatasinya.[3]
4 Dari analisa
tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa kepuasan konsumen menurut ekonomi
Islam berkaitan erat dengan kebutuhan, keinginan, maslahat, manfaat, berkah,
dan keyakinan dan kehalalan. Sebab dalam Islam kebutuhan makan bukan saja untuk
mengenyangkan perut dan menghilangkan lapar semata. Tetapi lebih jauh dari itu,
tujuan makan supaya badan sehat, akal berjalan pisik bisa beraktipitas
(beribadah). Maka barang yang dimakan juga tidak boleh hal yang diharamkan.
·
Rasionalitas
konsumen muslim
Yang dimaksud
dengan rasionalitas dalam teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat
memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya. Bila
seorang konsumen mempunyai anggaran pendapatan Rp.5.000.000,-per bulan, hanya
mendapatkan kebutuhan pokok semata, dianggap kurang rasional disbanding dengan
konsumen yang sama dan penghasilan yang sama tapi dapat memenuhi kebutuhan
pokoknya serta hiburan seperti televisi.
Akan tetapi
konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus mempertimbanghan
nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di luar ekonomi. Konsumen
muslim dengan penghasilan tersebut di atas wajib bayar zakat, maka yang
dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap
masyarakat di lingkungannya. Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan
kepada orang lain mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya. Bila
dilihat dari kaca mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi
menurut ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk
kebutuhan hidup. Dan Zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai
sarana pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam
pemerataan kesejahteraan. Di Indonesia zakat diatur oleh Undang-undang dengan
harapan dapat menjadi solusi pemerataan kesejahteraan, maka dalam hal ini
pemerintah meninggalkan teori ekonomi konvensional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar