Jumat, 09 September 2016

TEORI KONSUMSI ISLAM

TEORI KONSUMSI ISLAM
PEMBAHASAN
Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yamg penting, bahkan terkadang dianggap paling penting. Dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu produksi-konsumsi-distribusi, sering kali muncul pertanyaan manakah yang paling penting dan paling dahulu diantara mereka. Jawaban atas pertanyaan ini jelas tidak mudah, sebab memang ketiganya merupakan mata rantai yang terkait satu dengan lainnya. Kegiatan produksi ada karena ada yang mengkonsumsi, kegiatan konsumsi ada karena ada yang memproduksi, dan kegiatan disribusi muncul karena ada gap atau jarak antara konsumsi dan produksi.
Pengertian konsumsi dalam ekonomi Islam adalah memenuhi kebutuhan baik jasmani  rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di dunia dan akhirat (falah). Dalam melaku-kan konsumsi maka prilaku konsumen terutama Muslim selalu dan harus di dasarkan pada Syariah Islam.
Q.S Surah Al-Maidah Ayat 87-88
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qãBÌhptéB ÏM»t6ÍhsÛ !$tB ¨@ymr& ª!$# öNä3s9 Ÿwur (#ÿrßtG÷ès? 4 žcÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏtF÷èßJø9$# ÇÑÐÈ   (#qè=ä.ur $£JÏB ãNä3x%yu ª!$# Wx»n=ym $Y7ÍhsÛ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# üÏ%©!$# OçFRr& ¾ÏmÎ/ šcqãZÏB÷sãB ÇÑÑÈ  
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.
88. dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.[1]
Penjelasan Tafsir Ayat
Ayat Ini merupakan perintah Allah subhanahu wata’ala kepada kita manusia agar makan makanan yang halal dan baik. Halal dari aspek hukumnya dan baik dilihat dari substansinya.   Ada juga yang menterjemahkan bahwa “Halal” artinya boleh dan ‘thoyyib” (baik) adalah yang bergizi. Makanlah olehmu makanan yang dibolehkan oleh agama dan mengandung gizi yang baik.
Dan bertaqwalah kepada Allah, maksudnya : Jaga dan peliharalah dirimu dari perbuatan yang Allah tidak suka. Siapakah Allah ?  Ialah yang kamu semuanya beriman kepada-Nya.    Jadi ayat 88 ini mengandung dua pesan dari Allah subhanahu wata’ala :
  1. Makan-minumlah apa yang di-rezki-kan Allah kepada kita manusia,  yang halal dan bergizi.
  2. Bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala.   
Ayat ini sekaligus membantah apa yang pernah dilakukan oleh enam orang sahabat Nabi Muhammad saw  yaitu ‘Utsman bin Mad’un, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Miqdad bin Aswad, Salim dan Qudamah yang datang menemui ‘Aisyah r.a. (isteri Rasulullah saw) bertanya tentang seperti apa ibadahnya Rasulullah saw.  
Maka diceritakanlah bagaimana ibadah Rasulullah saw ketika di rumahnya. Setelah mendengar cerita ‘Aisyah tentang bagaimana ibadah Rasulullah saw, maka berkatalah tiga orang sahabat tersebut.  Yang seorang berkata : “Demi Allah, mulai sekarang aku akan shaum (puasa) sepanjang hari”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah, aku tidak akan menikah sampai mati”. Yang seorang lagi berkata : “Demi Allah, aku bersumpah bahwa aku akan melaksanakan sholat malam (Tahajud) setiap malam”.   
Apa yang disampaikan oleh para sahabat tersebut adalah ekstrim (terlalu), walaupun niatnya baik. Karena dengan cara demikian itu mereka mengabaikan rezki Allah subhanahu wata’ala.   
Allah subhanahu wata’ala telah menyediakan rezki yang halal dan thoyyib. Dengan sumpah seperti tersebut diatas, mereka telah mengabaikan kewajiban kepada isteri dan anak-anaknya.  Dengan sumpah seperti itu mereka telah menjadikan agama menjadi sesuatu yang berat (memberatkan).   Padahal agama yang benar adalah agama yang seimbang.  Yaitu Ibadah – Muamalah – Syahsiyah.  
Ibadah kepada Allah swt – Mu’amalah kepada sesama manusia dan Syahsiyah adalah memperhatikan kelestarian hidup pribadi.
Ø Konsep Kebutuhan dan Keinginan dalam islam
Dalam Islam, Kebutuhan merupakan sunnatullah yang harus di penuhi melalui usaha-usaha yang di ridhoi-Nya, konsep kebutuhan manusia harus sesuai Proporsionalnya, tidak berlebihan baik cara memperoleh kebutuhan tersebut atau barang yang dibutuhkannya.   
Seperti yang kita pelajari sebelumnya, bahwa teori konsumsi lahir karena adanya teori permintaan akan barang dan jasa. Sedangkan permintaan akan barang dan jasa timbul karena adanya keinginan (want) dan kebutuhan (need) oleh konsumen riil maupun konsumen potensial. Dalam ekonomi konvensial motor penggerak kegiatan konsumsi adalah adanya keinginan.  
Islam berbeda pandangan tentang teori permintaan yang didasar atas keinginan tersebut. Keinginan identik dengan sesuatu yang bersumber dari nafsu. Sedangkan kita ketahui bahwa nafsu manusia mempunyai kecenderungan yang bersifat ambivalen, yaitu dua kecenderungan yang saling bertentangan, kecenderungan yang baik dan kecenderungan yang tidak baik. Oleh karena itu teori permintaan dalam ekonomi Islam didasar atas adanya kebutuhan (need). [2][1]  
Kita harus membedakan secara tegas antara keinginan dan kebutuhan ini. Kebutuhan lahir dari suatu pemikiran atau identifikasi secara objektif atas berbagai sarana yang diperlukan untuk mendapatkan suatu manfaat bagi kehidupan. Kebutuhan dituntun oleh rasionalitas normative dan positif, yaitu rasionalitas ajaran Islam, sehingga bersifat terbatas dan terukur dalam kuantitas dan kualitasnya. Jadi, seorang muslim berkonsumsi dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya sehingga memperoleh kemanfaatan yang setinggi-tingginya bagi kehidupannya. Hal ini merupakan dasar dan tujuan dari syariah Islam sendiri, yaitu maslahat al ibad (kesejahteraan hakiki bagi manusia), dan sekaligus sebagai cara untuk mendapat falah yang maksimum.  
Al Shatibi yang mengutip pendapat Al Ghazali, menyebutkan 5 kebutuhan asas yang sangat bermanfaat baik dalam kehidupan manusia, yaitu:
a.       Kebenaran  
b.      Kehidupan
c.       Harta material
d.      Ilmu pengetahuan  
e.       Kelangsungan keturunan   
Kelima kebutuhan ini semuanya penting untuk mendukung suatu perilaku kehidupan yang Islami, karenya harus diupayakan untuk dipenuhi. Menurut Al Ghazali tujuan utama syariat Islam adalah mendorong kesejahteraan manusia yang terletak kepada perlindungan yang menjamin terlindungnya kelima kebutuhan ini akan memenuhi kepentingan umum dan kehendaki.
Untuk menjaga kontinuitas kehidupan, maka manusia harus memelihara keturunannya (an nasl/posterity). Meskipun seorang muslim meyakini bahwa horizon waktu kehidupan tidak hanya menyangkup kehidupan dunia-melainkan hingga akhirat, tetapi kelangsungan kehidupan dunia amatlah penting. Kita harus berorientasi jangka panjang dalam merencanakan kehidupan dunia, tentu saja dengan tetap berfokus kepada kehidupan akhirat. Oleh karenanya, kelangsungan keturunan dan keberlanjutan dari generasi ke generasi harus diperhatikan. Ini merupakan suatu kebutuhan yang amat penting bagi eksistensi manusia.  
Ø Prinsip-Prinsip Islam Dalam Konsumsi  
Menurut Manan, ada 5 prinsip konsumsi dalam islam :
1.         Prinsip Keadilan, prinsip ini mengandung arti ganda mengenai mencari rizki yang halal dan tidak dilarang hukum. Firman Allah dalam QS : Al-Baqarah : 173
$yJ¯RÎ) tP§ym ãNà6øn=tæ sptGøŠyJø9$# tP¤$!$#ur zNóss9ur ͍ƒÌYÏø9$# !$tBur ¨@Ïdé& ¾ÏmÎ/ ÎŽötóÏ9 «!$# ( Ç`yJsù §äÜôÊ$# uŽöxî 8ø$t/ Ÿwur 7Š$tã Ixsù zNøOÎ) Ïmøn=tã 4 ¨bÎ) ©!$# Öqàÿxî íOŠÏm§ ÇÊÐÌÈ  
173. Sesungguhnya Allah Hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah[108]. tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang
[108]  Haram juga menurut ayat Ini daging yang berasal dari sembelihan yang menyebut nama Allah tetapi disebut pula nama selain Allah.
Pelarangan dilakukan karena berkaitan dengan hewan yang dimaksud berbahaya bagi tubuh dan tentunya berbahaya bagi jiwa , terkait dengan moral dan spritual (Mempersekutukan tuhan)
2.         Prinsip Kebersihan,  makanan harus baik dan cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.   

3.         Prinsip Kesederhanaan, prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makan dan minuman yang tidak berlebihan Firman Allah dalam QS : Al-A’raaf  :31
* ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ    
 31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[534]  Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau ibadat-ibadat yang lain.
[535]  Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
4.   Prinsip kemurahan hati, dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa  ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhannya. Firman Allah dalam QS : Al-Maidah : 96
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qè=çGø)s? yøŠ¢Á9$# öNçFRr&ur ×Pããm 4 `tBur ¼ã&s#tFs% Nä3ZÏB #YÏdJyètGB Öä!#tyfsù ã@÷WÏiB $tB Ÿ@tFs% z`ÏB ÉOyè¨Z9$# ãNä3øts ¾ÏmÎ/ #ursŒ 5Aôtã öNä3YÏiB $Nƒôyd x÷Î=»t/ Ïpt7÷ès3ø9$# ÷rr& ×ot»¤ÿx. ßQ$yèsÛ tûüÅ3»|¡tB ÷rr& ãAôtã y7Ï9ºsŒ $YB$uϹ s-räuÏj9 tA$t/ur ¾Ín͐öDr& 3 $xÿtã ª!$# $£Jtã y#n=y 4 ô`tBur yŠ$tã ãNÉ)tFZuŠsù ª!$# çm÷ZÏB 3 ª!$#ur ÖƒÍtã rèŒ BQ$s)ÏGR$# ÇÒÎÈ
Terjemah ayat 96.  Dihalalkan bagimu binatang buruan laut[442] dan makanan (yang berasal) dari laut[443] sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.
[442]  Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. termasuk juga dalam pengertian laut disini ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.
[443]  Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, Karena Telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.
5.   Prinsip moralitas, seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya  setelah makan


Ø Kepuasan dan rasionalitas konsumen muslim
·      Kepuasan konsumen muslim
Dalam ekonomi konvensional dikenal teori bahwa manusia membutuhkan suatu barang karena adanya nilai harga yang berguna (utility).
1.         Dikatakan suatu barang bernilai harga dan berguna karena dapat memenuhi kebutuhan manusia. Seperti beras mempunyai nilai harga yang tinggi dalam sebagian masyarakat Indonesia, karena dapat memenuhi kebutuhan pokok manusia seperti kebutuhan makan. Disamping itu beras merupakan sumber daya yang terbatas, dapat diperoleh di tempat tertentu, seperti di pasar, di took dan lain-lain. Dengan keterbatasan tersebuut yang menjjadikannya mempunyai nilai harga. Sehingga untuk mengadakan beras itu sendiri banyak lapangan pekerjaan yang yang harus diupayakan, seperti perlunya petani, pedagang, pengusaha gilingan padi, perusahaan angkutan, perusahaan pembuatan alat pertanian, perusahaan pembuatan pupuk dan sebagainya. Semuanya itu menggambarkan betapa tidak mudahnya mendapatkan komoditi tersebut.
2.         Untuk mengukur nilai keguanaan suatu barang, menurut Syahruddin ada dua aliran, yang pertama beranggapan bahwa semakin tinggi nilai barang semakin tinggi angka yang diberikan terhadap barang tersebut (cardinal uutility). Yang kedua beranggapan bahwa nilai suatu benda yang dibutuhkan tidak dapat diukur dengan angka (ordinal utility), hanya berdasarkan kesukaan ( preferences) saja.
Baik terhadap barang yang dapat diukur dengan angka maupun tidak, tingkat kepuasan tertinggi bagi konsumen mendapatkan barang sebanyak mungkin sesuai dengan pendapatannya.
3.         Artinya dalam teori ekonomi konvensional yang dapat membatasi seseorang dalam mendapatkan barang hanyalah anggarannya.
Selanjutnya bagaimana menurut pandangan Islam tergadap kepuasan konsumen. Menurut Ekomomi Islam konsumen dalam memenuhi kebutuhannya cenderung untuk memeilih barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum. Kecenderungan memilih ditentukan oleh kebutuhan dan keinginan. Bila yang diinginkan itu suatu kebutuhan maka akan menghasilkan manfaat dan kepuasan, namun juka pemilihan barang didasarkan atas kebutuhan semata tanpa keinginan akan mendapatkan manfaat saja. Sedangkan kandungan mashlahah adalah manfaat dan berkah. Kecenderungan tersebut juga dipengaruhi oleh informasi dari Allah dan keyakinan pembalasan akhirat. Begitu uga keyakinan bahwa semua yang datang dari Allah adalah sempurnna akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi. Dan dalam pemanfaatan barangnya konsumen tidak hanya dibatasi oleh anggarannya, tetapi pertimbangan kehalalan dan kepentingan orang lain ikut membatasinya.[3]
4 Dari analisa tersebut dapat ditarik suatu pengertian bahwa kepuasan konsumen menurut ekonomi Islam berkaitan erat dengan kebutuhan, keinginan, maslahat, manfaat, berkah, dan keyakinan dan kehalalan. Sebab dalam Islam kebutuhan makan bukan saja untuk mengenyangkan perut dan menghilangkan lapar semata. Tetapi lebih jauh dari itu, tujuan makan supaya badan sehat, akal berjalan pisik bisa beraktipitas (beribadah). Maka barang yang dimakan juga tidak boleh hal yang diharamkan.
·      Rasionalitas konsumen muslim  
Yang dimaksud dengan rasionalitas dalam teori ekonomi konvensional adalah bila konsumen dapat memperoleh kebutuhan barang sebanyak mungkin sesuai dengan anggarannya. Bila seorang konsumen mempunyai anggaran pendapatan Rp.5.000.000,-per bulan, hanya mendapatkan kebutuhan pokok semata, dianggap kurang rasional disbanding dengan konsumen yang sama dan penghasilan yang sama tapi dapat memenuhi kebutuhan pokoknya serta hiburan seperti televisi.  
Akan tetapi konsep rasionalitas dalam teori ekonomi Islam, seorang konsumen harus mempertimbanghan nilai moral yang menurut ekonomi konvensional berada di luar ekonomi. Konsumen muslim dengan penghasilan tersebut di atas wajib bayar zakat, maka yang dipikirkan konsumen muslim juga pertimbangan akhirat dan kepeduliannya terhadap masyarakat di lingkungannya. Kepedulian ini juga akan memberikan kesempatan kepada orang lain mendapatkan kepuasan dengan menambah pendapatannya. Bila dilihat dari kaca mata konvensional membayar zakat bukan urusan ekonomi, tetapi menurut ekonomi Islam kepuasan batin setelah menunaikan zakat termasuk kebutuhan hidup. Dan Zakat itu sendiri dilihat dari segi tujuannya sebagai sarana pemberantasan kemiskinan merupakan tulang pungggung ekonomi Islam dalam pemerataan kesejahteraan. Di Indonesia zakat diatur oleh Undang-undang dengan harapan dapat menjadi solusi pemerataan kesejahteraan, maka dalam hal ini pemerintah meninggalkan teori ekonomi konvensional.




                1. Karim, Adiwarman. Ekonomi mikro islam.  Jakarta:  PT RAJAGRAFINDO PERSADA. 2010.  hal 61

2M.Nur Rianto dan Euis Amalia. Teori Mikro Ekonomi : suatu prerbandingan ekonomi islam dan konvensional. jakarta: kencana. 2010 hal 65

                3. Anto, Hendri. Pengantar Ekonomika Mikro Islam. Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003

Tidak ada komentar: